Pertanyaan Untuk Forum Lingkar Pena (FLP)
Musyawarah Cabang (Muscab) ke-IV Forum Lingkar Pena Kabupaten Sukabumi yang diselenggarakan pada tanggal 9-10 Januari 2021 telah mengamanahkan peran nahkoda kepadaku. Menjadi orang yang memerankan tampuk kepemimpinan tentu bukan suatu perkara yang mudah, pasalnya FLP ini merupakan organisasi kepenulisan terbesar di dunia sementara aku hanya setetes buih dilautan samudra. Amanah berat ini tentu tidak akan dipandang sebagai sesuatu beban tetapi, dengan mengharap ridho Allah SWT serta kekuatan tekad yang kuat akan dijadikan sebagai alat perjuangan dalam upaya mencerahkan masyarakat melalui tulisan.
Sebagai orang yang baru kemarin masuk FLP setidaknya, perkenalan pertama aku dengan forum ini dimulai sejak masih duduk di bangku Madrasah Aliyah tepatnya pada tahun 2014 lalu. Pertemuan yang tergolong singkat tersebut, masih banyak menyisakan pertanyaan-pertanyaan dalam benak untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya menjadi motivasi diri sehingga tertarik dalam dengan forum ini. Jauh, sebelum terpilih menjadi ketua FLP Kabupaten Sukabumi, pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi sebuah refleksi dalam menyikapi persoalan literasi di Kabupaten Sukabumi khususnya dan di dunia pada umumnya.
Apa Tujuan Menjadi Penulis?
Menjadi penulis adalah cita-cita yang aku timbulkan sejak SMP, karena memiliki kegemaran dalam mengarang dan berharap tulisan-tulisan tersebut dapat diterbitkan. Cukup sampai sana, pemahaman soal menjadi penulis. Sementara alasan kenapa ingin menjadi penulis, aku belum menemukan jawabannya. Apalagi dalam hal material, aku menemukan bahwa dengan menulis dapat menghasilkan uang dan dapat mensejahterakan kehidupan penulisnya. Sebagaimana yang disuguhkan oleh media mengenai para penulis yang sukses meraup jutaan keuntungan dari satu buku saja. Siapa yang tidak tergiur dengan hal tersebut? Saat itu pula, aku memiliki harapan menjadi orang yang sejahtera dalam ekonominya hanya dengan berprofesi menjadi penulis. Tujuan yang materialistis.
Bagiku, tidak masalah seorang penulis menginginkan hal tersebut dan itu sudah bukan rahasia umum dari kalangan penulis yang produktif. Tapi, bagi seorang pemula sepertiku buku terbit saja merupakan sebuah apresiasi, kebanggaan dan motivasi. Mengingat tujuan menulis tersebut tidaklah seidealis yang seharusnya penulis lakukan membuat tulisan-tulisan yang aku tulis juga sekadar mengejar tujuan-tujuan tersebut. Bisa saja, ini menjadi kunci daripada penyebab kurang produktifnya aku menulis dengan tulisan-tulisan yang berkualitas. Menentukan tujuan idealis dalam menulis perlu dijadikan sebagai langkah dasar seorang penulis melahirkan tulisan-tulisannya. Jadi seperti apa tujuan idealis menjadi penulis?
Kenapa Forum Lingkar Pena?
Siapa yang tidak tahu FLP? Organisasi kepenulisan yang terbesar di Indonesia berdiri sejak tanggal 22 Februari 1997 dan tersebar di 32 Provinsi serta 12 cabang di Luar Negeri ini memiliki jumlah anggota sekitar 13.000 orang sebagaimana yang dikatakan wikipedia.org mungkin, jumlah ini akan terus bertambah seiring bertambahnya usia organisasi. Helvy Tiana Rossa sebagai penggagas utama tentu lebih mengetahui kenapa organisasi ini dinamakan sebagai Forum Lingkar Pena, kenapa bukan Forum Penulis Indonesia atau Forum Lingkar Penulis atau apapun namanya, dan kenapa pula dinamakan forum? Apa itu forum? Apa itu lingkar? Apa itu pena? Lantas apakah pentingnya sebuah nama organisasi?
Nama organisasi merupakan represenstasi daripada kegiatan organisasi, dan hal tersebut merupakan identitas yang sangat penting dalam berorganisasi. Maka, tidak akan berlebihan jika mempertanyakan nama organisasi ini. Kepuasan terhadap jawaban bahwa Forum Lingkar Pena merupakan organisasi kepenulisan saja bagiku tidak begitu menjadi perhatian, sebagaimana jawaban-jawaban yang pernah kutemui sebelumnya. Aku pikir, sebagai organisasi FLP harus menjelaskan alasan-alasan kenapa ia ada dan harus ada. Apakah hanya merangkul dan melahirkan penulis-penulis buku, atau juga merangkul dan melahirkan para pecinta yang gemar membaca buku. Serta peranan yang sudah rasakan masyarakat seperti apa dengan kehadiran FLP selama ini.
Azas Islam seperti apa di FLP?
Sebagai organisasi yang berasaskan Islam, mencari jawaban tentang azas Islam yang digunakan oleh FLP ini seperti apa. Bagiku, azas organisasi merupakan sebuah landasan dasar dalam bergerak, ketentuan moral dalam bertindak dan ideologi yang tidak terganti. Dalam Anggaran Dasar Forum Lingkar Pena secara jelas dan gamblang tercantum bahwa FLP berazaskan Islam. Maka, bagaimana FLP menterjemahkan Islam sebagai azasnya?
Pemahaman Islam di dalam organisasi ini tentu berbeda-beda, lantas hal tersebut menjadi sebuah tanggungjawab yang harus ditunaikan oleh FLP agar dapat menjelaskan Islam kepada anggotanya, bukan hanya merepresentasikan Islam pada tulisannya tetapi, anggotanya juga perlu asupan-asupan ideologi yang mengakar sehingga Islam menjadi nafas dalam perjuangannya. Untuk saat ini, FLP belum memiliki keberanian dalam menafsirkan Islam sebagai ideologi atau azasnya. Pasalnya, di tubuh FLP sendiri, disebut bahwa yang menjadi anggota bukan hanya mereka yang beragama Islam saja, melainkan non-muslim juga yang terpenting memiliki tujuan untuk mencerahkan masyarakat. Lantas seberapa penting azas Islam bagi FLP ini?
Bagaimana FLP melahirkan Penulis-penulis Baru?
FLP selain menjadi organisasi kepenulisan juga sebagai organisasi perkaderan. Kader bagiku merupakan sekumpulan orang yang terorganisir secara terus menerus dan dipersiapkan untuk kelompok yang lebih besar yaitu masyarakat. Maka, FLP sebagai organisasi kepenulisan akan menciptakan dan membentuk kader-kader penulis yang akan dipersiapkan untuk membangun peradaban melalui jalan literasi. Selama, di FLP organisasi ini telah merami dan merakit serta memformulasikan proses kaderisasi sehingga melahirkan calon-calon penulis-penulis baru di masa depan.
Tampaknya, perjuangan itu masih berlanjut dan tidak akan pernah selesai sampai kapanpun, FLP hendak mengupgrade proses kaderisasi ditubuhnya sendiri. Menciptakan jenjang status keanggotaan akan tetapi, prosesnya tidak lantas diselesaikan pada Munas atau BPP FLP. Hal ini masih dikembangkan dan diserahkan kepada pengurus cabang dan wilayah untuk memperhatikan proses kaderisasi di tingkat cabang dan wilayah. Apakah ini bentuk dari melepaskan tangan BPP kepada cabang dan wilayah? Aku pikir, ini bentuk penyerahan kreativitas cabang dan wilayahnya untuk menentukan hal demikian.
Jenjang keanggotaan Muda, Madya dan Andal bagiku merupakan sebuah status keanggotaan yang disesuaikan dengan kompetensi yang dimiliki anggotanya. Akan tetapi, hal tersebut masih perlu dipertanyakan apa ukuran dan siapa yang mengukurnya? Perlukah FLP membentuk lembaga khusus untuk menentukan ukuran dan siapa yang mengukur status keanggotaan tersebut. Meskipun, ada pedoman kaderisasi tampaknya, pemahaman cabang sendiri terhadap pedoman tersebut masih minim. Lantas siapa yang bertanggungjawab memberikan pencerahan tersebut?
Bagaimana Eksistensi FLP di Masyarakat?
Eksistensi atau pengakuan akan keberadaan FLP sangat diperlukan, bagaimana organisasi akan diterima oleh masyarakat sementara keberadaannya tidak ada (wujuduhu ka adamihi). 24 tahun FLP pada tahun 2021 apakah sudah dikenal keberadaannya dan disambut oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan jumlah kader dan partisipannya serta pengembangan keorganisasiannya.
FLP dibutuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat, untuk menentukan arah peradaban masyarakat kedepannya karena, literasi erat kaitannya dengan budaya dan sebuah langkah awal dari proses membangun peradaban. Akan tetapi, sejauh ini apakah FLP sudah menjadi harapan masyarakat atau bahkan masyarakat belum mengenalnya sama sekali, oleh karenanya perlu tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh kader FLP untuk menunjukan eksistensinya melalui sebuah gerakan dan karya.
Slogan berkarya, berbakti dan berarti bukan hanya menjadi slogan semata untuk menyemangati para kadernya melainkan, menjadi nilai yang dikembangkan dalam setiap karya yang dilahirkannya. Bukti konkret akan nilai dari karya, bakti dan arti FLP apakah harus dalam bentuk produk literasi atau bentuk lainnya yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pada umumnya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebuah stimulan dalam menentukan merekonstruksi arah gerakan FLP Kabupaten Sukabumi yang telah menjadi sebuah kegelisahan akan peranan dan tanggungjawab FLP Kabupaten Sukabumi lakukan. Sebagai organisasi kepenulisan aku yakin, FLP bukanlah organisasi yang eksklusif hanya untuk mereka yang pandai menulis, atau mereka yang ingin belajar menulis. FLP merupakan organisasi yang merangkul semua kalangan yang peduli terhadap peradaban bangsa ini melalui gerakan literasi.
Jika, kita memulai sebuah gerakan dengan pertanyaan maka, perlulah kita mengakhiri perjuangan dengan jawaban. Sejauh mana, FLP Kabupaten Sukabumi bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sebagaimana kader-kader FLP pada umumnya dapat menemukan sendiri pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Langkah selanjutnya, adalah bagaimana FLP Kabupaten Sukabumi dapat menjalankan roda organisasi ini kearah yang lebih baik serta visioner dengan harapan-harapan yang termaktub di dalam konstitusi FLP sendiri yaitu Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Begitu pula FLP dapat menjawab tantangan-tantangan dunia literasi di era disrupsi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sinergitas dari seluruh elemen masyarakat, pemuda, dan para pejuang pena harus kian dieratkan melalui kolaborasi bukan dengan kompetisi.