Kearifan Lokal Sulawesi Selatan, Merawat Permainan Tradisional, dan mengulas negeri 5 Menara

Kearifan Lokal Sulawesi Selatan,  Merawat Permainan Tradisional, dan mengulas negeri 5 Menara



Assalamualaikum sahabat FLP Kabsi … salam literasi

Pada postingan kali ini, Mimin akan coba menyajikan tiga Tulisan dalam satu postingan sekaligus. Alasannya sih biar sekalian aja bacanya. Karena kedepannya, FLP Kabsi ini akan membiasakan diri dengan tulisan dengan minimal 500 kata.

Ya Mimin dan kawan-kawan FLP Kabsi dan kontributor lainnya akan tetap berusaha menyajikan tulisan yang mengedukasi, dan menebarkan manfaat positif bagi setiap pembacanya. Bukan berupa pameran tulisan tanpa makna.

Meski begitu, kami ini masih harus banyak belajar. Karena itulah, masukan dari pembaca. Berupa komentar akan sangat kami terima dengan baik.

Tanpa basa basi lagi dong ya, kita langsung buka saja satu persatu tulisan dari kontributor kita. Tulisan yang dihasilkan setelah penulis mendapatkan materi dari seminar kepenulisan yang dilaksanakan oleh FLP Kab. Sukabumi dengan mengundang Kang Yankoer sebagai pemateri.

BUDAYA TABE’ DI SULAWESI SELATAN

Oleh: Nurul Hikmah NR 


Jika anda berkunjung ke Sulawesi Selatan, maka salah satu sapaan yang mungkin akan sering anda dengar adalah kata Tabe’.

Kata Tabe’ adalah ungkapan yang berarti permisi atau maaf dan paling lazim digunakan  ketika hendak melewati orang-orang yang sedang duduk berjajar terutama bila yang dilewati adalah orang-orang terhormat atau usianya lebih tua. Mengucapkan kata Tabe’ adalah bagian dari tata krama.

Jika seseorang lewat di depan orang lain tanpa menggunakan kata tabe’ maka dianggap tidak sopan. 

Penggunaan kata Tabe’ dulunya diiringi dengan gerakan membungkukkan badan dan menurunkan tangan kanan di samping lutut, namun sekarang budaya ini sedikit bergeser dengan hanya sedikit menundukkan kepala. 

Namun secara verbal, penggunaan kata Tabe’ sudah mengalami perkembangan dalam artian tidak hanya digunakan sebatas pada situasi hendak lewat di depan orang saja, akan tetapi pada berbagai macam situasi, bahkan dalam slogan, poster dan sebagainya kata tabe sering ditulis sebagai ajakan kepada masyarakat luas untuk melakukan hal yang positif, misalnya di tempat umum bertuliskan “Tabe’ buang sampah pada tempatnya”.  

Kata Tabe’ juga digunakan untuk  meminta dan menegur secara  halus, misalnya “tabe, pakai masker ta“ yang berarti teguran halus bagi anda  yang tidak mengenakan masker sekaligus permintaan untuk segera mematuhi protokoler kesehatan. 

Budaya Tabe’  merupakan simbol penghargaan dan penghormatan kepada siapa pun yang sangat perlu dilestarikan untuk membangun insan yang berbudaya dan bermoral. 

Pelestarian Kearifan lokal yang terus dipertahankan akan menjadi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang kaya akan budaya dan nilai-nilai luhur.

MERAWAT KESEHATAN MENTAL DENGAN MENJAGA KEARIFAN LOKAL PERMAINAN TRADISIONAL 

Oleh : Siva Farha Awalia

Bukan hal asing lagi , permainan yang fenomenal saat ini dikalangan anak-anak tidak terlepas dari teknologi modern dan social media . 

Jika diperhatikan hampir semua manusia kini sangat ber-ketergantungan akan teknologi gadget . dimulai dari orang dewasa , bahkan anak-anak . Jika diberi pilihan mungkin anak-anak zaman sekarang ini sebagian besar akan lebih tertarik bermain permainan yang ada di gadget daripada bermain permainan jaman dulu .

Padahal permainan zaman dulu tidak kalah menyenangkan dari permainan yang ada di gadget , seperti permainan tradisional khas sunda diantaranya galah asin , gatrik , cingciripit , oray-orayan dan lain sebagainya. 

permainan tradisional yang sudah sangat jarang terlihat dimainkan oleh anak-anak zaman sekarang, Padahal bermain bersama teman-teman tanpa adanya gadget begitu menyenangkan .  

Memang kita tidak bisa menolak perkembangan zaman , dimana kita dituntut untuk senantiasa mengikuti arus dan beradaptasi dengan apa yang terjadi di zaman ini .Akan tetapi bila kita terlalu berlebihan dalam mengikuti perkembangan zaman , maka hal itu malah tidak menjadi baik. Bahkan dapat membuat kita terjerumus dalam hal yang akan membahayakan diri kita sendiri .

Seperti fenomena saat ini yang dapat kita lihat akibat dari terlalu berlebihan menggunakan gadget salah satunya yaitu terganggunya kesehatan mental .  Bisa kita perhatikan bahwa tidak menutup kemungkinan penyebab banyaknya gangguan mental saat ini disebabkan oleh penggunaan teknologi yang berlebihan .

Maka dari itu sebagai anak bangsa Indonesia , sudah sepatutnya kita bijak dalam menggunakan teknologi , bahkan sudah kewajiban kita dalam menjaga keanekaragaman budaya Indonesia salah satunya permainan tradisional indonesia dari berbagai daerah masing-masing .

Selain menjaga kebudayaan Indonesia , kita juga dapat menumbuhkan kembali sikap sosial dan kebersamaan yang saat ini bisa dibilang luntur dimakan zaman .

Resensi Novel Negeri 5 Meneara 

 Oleh : Isthafania


Judulul buku : Negri 5 Menara

Penulis : Ahmad Fuadi

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit : 2009


Alif Fikri yang berasal dari Bayur, kampung kecil dekat Danau Maninjau Padang, Sumatra Barat, adalah seorang anak yang memiliki cita-cita untuk bisa menjadi BJ Habiebie. Dan sahabatnya, 

Randai memiliki mimpi yang sama untuk bisa masuk ke SMA lalu melanjutkan studi di ITB. Namun Amaknya Alif tidak setuju kalau anaknya masuk SMA, hal itu membuat mimpi Alif insyinyur dan ahli ekonomi kandas.

Suatu sore, Alif menerima surat dari pamannya yang sedang belajar di Mesir. Pamannya menyarankan sebuah pondok yang ada di Jawa Timur, pondok madani. Dengan berat hati Ia memilih pondok madani.

Sebuah kalimat berbahasa arab yang didengar Alif dihari pertama di pm mampu mengubah hidup Alif. “mantra” sakti yang diberikan Kiai Rais “man jadda wajada” siapa bersungguh-sungguh dapatlah Ia. Karena itu Alif pun mulai menjalani hari-hari dipondok dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh. 

Di pm Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Sahibul Menara, itulah sebutan penghuni pm terhadap Alif dan 5 temannya itu. 

Ternyata kehidupan di pm tidaklah mudah. Banyak hal baru yang harus dijalaninya , seperti setiap hari Alif mempunyai kegiatan hafalan Al-Quran , belajar siang-malam, harus berbahasa arab-inggris. Belum lagi peraturan ketat yang nanti mendapatkan hukuman jika melanggar.

Tapi berkat banyaknya pengalaman yang dijadikan motivasi oleh Alif, Ia dan teman-temannya berhasil menyelesaikan perguruannya di Pondok Madani.

Setelah lulus dari PM, semua mimpi mereka berenam yang dulu mereka rancang dibawah Menara telah menjadi nyata. Setelah mereka menyerahkan ikhtiar dan mengenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian  ke pelukan masing-masing. 

Mereka berenam telahh berada di lima negara yang berbeda. Alif merantau ke Amerika, Raja merantau ke eropa, sementara Atang ke afrika, Baso berada di asia, sedangkan Said dan Dulmadjid sangat nasionalis mereka tetap berada di negara kesatuan republic Indonesia tercinta.


 




Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url