Reem, Mengajak Kita Melihat Konflik Nyata antara Israel dan Palestina

Review Novel Reem


Sinta Yudisia sebagaimana banyak orang ketahui, merupakan penulis novel yang tulisannya tidak bisa dianggap remeh. Bahkan pernah mengalahkan sederet novelis Islam terkenal kepunyaan Indonesia di ajang Islamic Book Fair 2018 silam.

Sebut saja Habiburrahman El Shirazy yang beberapa novelnya sudah difilmkan, atau Pipiet Senja, penulis senior yang sangat produktif. Sinta Yudisa lah yang keluar menjadi Penulis Novel Fiksi Dewasa Terbaik di Islamic Book Fair 2018.

Novel yang mengangkat nama Sinta Yudisia menjadi yang terpilih sebagai novel islami dewasa terbaik dalam ajang tersebut adalah Reem. Novel terbitan tahun 2017 yang akan membuka mata kita tentang krisis di tanah Palestina.

Krisis kemanusiaan yang terbukti merenggut banyak nyawa tak berdosa. Konflik yang tidak berkesudahan antara Zionis Israel yang angkuh dengan warga asli Palestina.

Sejak abad 19 konflik ini bermula, dan belum berakhir sampai saat saya menulis esai ini.

Banyak nyawa tak berdosa melayang, anak-anak menjadi korban pembunuhan sadis, perempuan menjadi korban pemerkosaan secara bengis. Rakyat Palestina dipaksa keluar rumah, diusir dari tanahnya sendiri.

Melihat asal muasal konflik ini memang tidak lepas dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa Inggris atas tanah Palestina di zaman dahulu.

Lantas oleh Bangsa Yahudi, mereka memanfaatkan Inggris untuk membuat negara secara sepihak. Ini yang ditentang oleh warga Palestina sampai sekarang. Pengakuan negara Israel oleh penjajah Inggris secara sepihak.

Selain sebagai penulis, Sinta Yudisia juga kita kenal sebagai seorang dosen Psikologi, fakta ini membuat Reem menjadi novel yang menyajikan karakter dan konflik sosio-psikologis pada setiap tokohnya.

Pendalaman karakter yang tidak sembarangan dari pakar psikologi ini membuat kita bisa paham dan seolah merasakan konflik yang terjadi dalam kisah Reem ini.

Kita seolah dibawa oleh tokoh-tokoh dalam novel tersebut untuk menyaksikan langsung perjuangan yang dilalui oleh Reem sebagai tokoh utama. Juga pengalaman berharga dari tokoh lain yang menjadi pelengkap kisah ini.

Gaya penulisan populer yang menyasar kaum muda, juga dapat dipahami oleh orang dewasa, membuat Reem semakin dicintai oleh pembaca remaja. Apalagi di dalam novel memang disajikan pula kisah cinta antara Reem dengan seorang pemuda bernama Kasim.

Kisah Cinta Reem

Alkisah, Reem sebagai seorang gadis keturunan Palestina - Indonesia, yang senang menyuarakan perjuangan rakyat palestina lewat seni dan gerakan sosial. Dikisahkan pada sebuah demonstrasi pada suatu konferensi di Maroko, tempat Reem tinggal.

Reem menyuarakan semangat berkobar untuk anak-anak palestina agar tidak berhenti berjuang lewat puisi.

Puisi itu mampu menyihir demonstran yang hadir, tangis dan takbir menjadi tanda jika demonstran merasakan perjuangan Palestina yang dibawakan lewat puisinya Reem.

Salah satu yang tersihir adalah pemuda bernama Kasim, pesona Reem membuat Kasim bertekad untuk mengejarnya, seolah mendapatkan sesuatu yang telah lama dicari oleh Kasim.

Novel ini mengajarkan pembaca bahwa perjuangan bisa dilakukan juga lewat seni atau sastra.

Tidak melulu dengan terjun berhadapan dengan senjata secara langsung. Atau menjadi diplomat yang bermain politik supaya bisa mempengaruhi orang yang berkuasa.

Sastra Sebagai Kritik

Sastra menjadi senjata yang tak kalah tajam dari pedang dan peluru sekalipun. Pengalaman Penulis dalam merangkai kata, mendeskripsikan latar tempat dan keahliannya dalam menonjolkan konflik Sosio - Psikologis faktanya memang berhasil mengunggah semangat kita sebagai muslim untuk ikut berjuang, setelah menyaksikan sendiri kisah Reem karya Sinta Yudisia

Di akhir, kita harus tahu bahwa semua yang dijabarkan dalam Novel Reem, adalah sastra yang sengaja dituliskan oleh Sinta Yudisia sebagai kritik sosial terhadap fenomena yang terjadi di tanah Palestina.

Karena pada dasarnya kritik tidak melulu soal tulisan pedas yang disampaikan secara langsung kepada seseorang. Atau ujaran keras berujung debat di panggung diskusi. Kritik bisa dilakukan melalui jalur yang lebih lembut namun tetap mengena. Reem ini salah satu contohnya.


Next Post Previous Post
1 Comments
  • Sulaeman Daud
    Sulaeman Daud 18 Januari 2021 pukul 14.54

    MasyaAllah. Sepertinya buku ini sangat inspiratif dan recomended buat orang yang ingin lebih tahu soal konflik Palestin sebagai bahan kontemplasi perenungan peran kita terhadap dunia Islam masa kini

Add Comment
comment url