Haruskah Wanita Bercadar?

Tulisan di blog flpkabsi kali ini datang dari anggota sekaligus peserta seminar kepenulisan yang diadakan FLP Cabang Kabupaten Sukabumi dengan pemateri yang luar biasa. Salah satu komitmen kami dengan peserta seminar adalah bahwa harus ada tulisan yang dihasilkan dari peserta sebagai tindak lanjut hasil seminar.

langsung saja yuk kita simak tulisan berikut

Haruskan Wanita Bercadar


Haruskah Wanita Bercadar?

Oleh : Helwa Assyauqi

Pernahkah kau melayang tinggi karena impian yang hendak kau raih, namun kemudian dihempaskan tanpa ampun? Bagaimana rasanya? Tentu sakit bukan? 

Itu pula yang kurasakan, bahkan seribu kali lebih menyakitkan. Seperti metamorfosa seekor kupu-kupu, begitulah perjalananku agar bisa mendekatkan diri pada-Nya. Namun dengan rentang waktu yang lebih lama dari seekor kupu-kupu sebelum memiliki sepasang sayap kokoh nan indah.

Tulisan ini ku anggap sebagai pengantar dan penguat hati semua orang yang sedang atau telah menapaki jalan hijrah. Berusaha tetap istiqomah dalam menjemput ridha-Nya.

Di lingkungan kita mungkin merasa asing dengan wanita yang memakai cadar.  Kita akan melihatnya aneh. Jangan berburuk sangka dahulu! Mereka menggunakan cadar untuk menutupi auratnya dan menjaga dari fitnah.

Sebaliknya apabila kita melihat wanita yang tidak memakai jilbab atau cadar kita merasa biasa-biasa saja. Inilah yang belum dipahami oleh sebagian orang. Mereka merasa aneh dengan orang yang memakai cadar. Mungkin mereka belum tahu bahwa memakai cadar juga termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlepas apakah menutup wajah merupakan suatu yang wajib ataukah dianjurkan.

Lalu, timbul pertanyaan, “Apakah wanita wajib memakai cadar? Dan apakah semua wanita Arab memakai cadar?” 

Pertanyaan Haruskah Wanita Bercadar?

Pertanyaannya sangat sederhana, tapi yakin jawabannya akan panjang lebar dan menimbulkan kontroversi. Tapi tak mengapa. Pemikiran kita memang berbeda dan masing masing berhak menilai.

Namun dengan catatan sesuai dengan keilmuan dan pemahaman masing masing yang berdasar pada Assunnah dan Al Qur'an.

Jika saya mengatakan wajib, mungkin semua wanita yang membaca catatan ini akan keberatan dan langsung meninggalkan catatan ini tanpa komentar dan enggan mampir-mampir lagi.

Memakai cadar ini bukan sebuah kewajiban, tapi sebuah cerminan keindahan hati dan kehati-hatian. Sebuah kesadaran diri seorang muslimah yang memahami dan patuh terhadap anjuran Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam yang telah dijalankan istri-istrinya.

Ukhti fillah yang dirahmati Allah, anggap saja ini adalah forum obrolan sederhana untuk menggugah dan meluruskan pemahaman.

Bukan sebuah seruan atau paksaan apalagi dakwah dengan tujuan-tujuan tertentu. Untuk menerjemahkan pertanyaan itu, tentu saja bukan cuap-cuap kosong yang mengedepankan logika. Logika manusia itu terbatas dan cenderung dipengaruhi egoisme dan tingkatan pemahaman masing-masing.

Kewajiban Memakai Cadar

Kewajiban memakai cadar ini sudah lama diperdebatkan. Ulama ada yang mengatakan wajib dan ada pula sebaliknya. Keduanya dengan alasan dan argumentasi masing-masing yang shahih dengan keilmuan mereka.

Saya bukan mengajak berdebat, tapi mari kita lihat secara mendalam kata-kata indah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam tentang kekhawatiran beliau terhadap kaum hawa ini. Dalam sebuah kesempatan, beliau mengatakan bahwa,

"Kebanyakan penghuni neraka itu wanita." Mari kita fokuskan terhadap urgensi cadar ini. Sekurang-kurangnya ada 26 hadits yang berkaitan dengan hukum memakai cadar ini. Namun saya akan mengulasnya sebagian saja.

Kita dapat melihat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para wanita,

“Wanita yang berihrom itu tidak boleh mengenakan niqob maupun kaos tangan.” (HR. Bukhari, An Nasa’i, Al Baihaqi, Ahmad dari Ibnu Umar secara marfu’, yaitu sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Mengenal Niqob

Niqob di sini merupakan kain penutup wajah mulai dari hidung atau dari bawah lekuk mata ke bawah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menafsirkan surat An Nur ayat 59 berkata ”Ini menunjukkan bahwa cadar dan kaos tangan biasa dipakai oleh wanita-wanita yang tidak sedang berihrom. Hal itu menunjukkan bahwa mereka itu menutup wajah dan kedua tangan mereka.”

Sebagai bukti lainnya juga, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ummahatul Mukminin (Ibunda orang mukmin yaitu istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) biasa menutup wajah-wajah mereka. Di antara riwayat tersebut adalah :

Dari Asma’ binti Abu Bakr, dia berkata, ”Kami biasa menutupi wajah kami dari pandangan laki-laki pada saat berihram dan sebelum menutupi wajah kami menyisir rambut.” (HR. Hakim. Dikatakan oleh Al Hakim : hadits ini shohih. Hal ini juga disepakati oleh Adz Dzahabi)

Dari Shafiyah binti Syaibah, dia berkata, ”Saya pernah melihat Aisyah melakukan thowaf mengelilingi ka’bah dengan memakai cadar.” (HR. Ibnu Sa’ad dan Abdur Rozaq. Semua periwayat hadits ini tsiqoh atau terpercaya kecuali Ibnu Juraij yang sering mentadlis dan dia meriwayatkan hadits ini dengan lafazh ‘an/dari)

Dari Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata, ”Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan Shofiyah kepada para shahabiyah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Aisyah mengenakan cadar di kerumunan para wanita. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kalau itu adalah Aisyah dari cadarnya.” (HR. Ibnu Sa’ad)

Dipraktikkan oleh Orang Shaleh

Juga hal ini dipraktekkan oleh orang-orang sholeh, sebagaimana terdapat dalam riwayat berikut.

Dari ‘Ashim bin Al Ahwal, katanya, ”Kami pernah mengunjungi Hafshoh bin Sirin (seorang tabi’iyah yang utama) yang ketika itu dia menggunakan jilbabnya sekaligus menutup wajahnya. Lalu, kami katakan kepadanya, ’Semoga Allah merahmati engkau.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi. Sanad hadits ini shohih)

Riwayat-riwayat di atas secara jelas menunjukkan bahwa praktek menutup wajah sudah dikenal sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istri-istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengenakannya bahkan hal ini juga dilakukan oleh wanita-wanita sholehah sepeninggal mereka.

(Lihat penjelasan ini di kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani, 104-109, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Edisi terjemahan ‘Jilbab Wanita Muslimah, Media Hidayah’)

Lalu, bagaimana hukum menutup wajah itu sendiri? Apakah wajib atau mustahab (dianjurkan)?

Berikut saya akan sedikit menyinggung mengenai hal tersebut.

Allah Ta’ala berfirman,

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31).

Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.

Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab (dianjurkan). (Muhammad Abduh Tuasikal).

Barangkali ada yang pernah menyaksikan bahwa di Kota Riyadh yang peraturan kerajaannya begitu ketat dan diawasi penerapannya, mereka sangat menjaga Hijabnya. Gadis-gadis arab yang mulai dewasa tidak boleh berada di tempat umum tanpa pakaian yang menutup seluruh tubuhnya.

Meski ada sebagian wanita-wanita yang berasal dari Syiria, Lebanon, Dubai, Mesir dan negara arab lainnya tidak memakai tutup wajah. Tapi meski tidak memakai tutup wajah, dapat dipastikan jilbab mereka sangat rapi dan sangat jarang yang berwarna warni ceria.

Kebanyakan mereka sangat menjaga wajahnya dari pandangan lelaki yang bukan mahramnya. Bahkan ketika mereka makan (di tempat umum), mereka terlihat begitu kesulitan dengan memasukkan suap demi suap sendok ke mulutnya dengan terlebih dahulu menyingkapkan kain hitam yang khusus menutupi wajah dan lehernya.

Jadi, Ketika ada sekelompok akhwat arab lewat. Kita sendiri bahkan mungkin tidak ada kesempatan untuk memperhatikan apakah ini gadis atau ibu-ibu? Dengan demikian, kemungkinan untuk berpikiran kotor juga teredam dengan sendirinya. Bahkan kita malu untuk sekadar iseng-iseng memandangi ke arah wajahnya. Karena kita tahu bahwa dia tidak ingin dipandangi.

Budaya Arab?

Jika ada yang mengatakan atau seakan melecehkan seorang muslimah yang memakai cadar, dengan kata-kata "Ah, itu hanya kebudayaan Arab!" 

Maka saya katakan dengan lantang, bahwa kata-kata itu adalah cerminan kebodohan dan kata-kata tanpa ilmu. Hingga merendahkan kebudayaan baik yang seharusnya kita genggam. Jika memakai cadar itu kebudayaan Arab, bukannya tidak pernah ada bukti bahwa wanita jahiliyah arab memakai Cadar?

Jika menutupi wajah demi menjaga harga diri, menjaga kemuliaan untuk Sang suami tercinta, apakah itu sebuah kebudayaan jelek? Jadi, tak usah risau jika ada yang melecehkan bahwa memakai jilbab (pakaian islami ala Arab) lalu dikatakan itu, "budaya arab" karena budaya arab adalah Budaya Islam.

Di mana Islam terlahir dengan dibesarkan dan disempurnakan. Sungguh tidak ada kejelekan sedikit pun jika bercadar ini dipandang jelek oleh manusia. Karena Allah telah memuliakannya dan Allah Maha tahu atas segala niat yang terbersit dalam hati mereka.

Jadi begitu memalukan jika ada seorang muslim mengatakan bahwa cadar itu hanya kebudayaan Arab atau seakan mengatakan,”Tidak ada anjuran bagi muslimah untuk bercadar” atau memakai Abaya karena itu hanya kebudayaan Arab. Jika pun itu memang kebudayaan Arab, lalu apa yang memberatkan wanita muslimah sejati untuk menirunya? Bukannya keterangan sudah terang benderang? 

"Jika pun jilbab itu hanya kebudayaan arab. Lalu, apakah sekiranya pantas muslimah meniru kebudayaan barat yang serba terbuka? Atau apakah sekiranya Allah Subhanahuwwataala akan lebih menyetujui budaya eropa yang "buka-bukaan" itu?

Sungguh, ini bukan sebuah seruan. Sebagai bahan renungan kecil saja agar kita dapat lebih memahami pemahaman wanita-wanita muslimah yang telah istiqamah dengan cadarnya. Jika hati kita menerima kebenaran, itu tandanya hati kita sedang dilembutkan, ucapkanlah Alhamdulillah. Dan berbahagialah kepada mereka yang telah hidup indah dengan hijabnya, sebagai wanita Al Ghuraba, wanita berharga yang dihargai Al Islam. 

Pesan kecil yang ingin kusampaikan dari tulisan ini untuk ukhtifillah semua; "Jika belum mampu seperti mereka, setidaknya cadarilah wajah indahmu di media sosial untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Atau bila perlu tak usahlah pajang pict aslimu yang hanya akan menimbulkan fitnah buatmu sendiri.”

Wallahu ‘alam bisshowab. 


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url